Lalu, apa sebenarnya stock split itu? Mengapa
perusahaan melakukan hal tersebut? Dan bagaimana dampaknya terhadap investor
ritel? Mari kita bahas secara mendalam.
Apa Itu Stock Split?
Apa Itu Stock Split? |
Secara sederhana, stock split adalah aksi korporasi yang dilakukan perusahaan untuk memecah jumlah saham menjadi lebih banyak, dengan harga per saham yang lebih rendah, tanpa mengubah nilai kapitalisasi pasar perusahaan.
Contohnya, jika kamu punya 1 lot saham dengan
harga Rp10.000 per lembar, lalu perusahaan melakukan stock split dengan rasio
1:5, maka jumlah saham kamu akan menjadi 5 kali lipat (dari 100 lembar menjadi
500 lembar). Tapi, harga per lembar saham akan turun menjadi Rp2.000.
Artinya, nilai total investasimu tidak berubah . Bedanya hanya
jumlah lembar saham yang bertambah, sementara harga per saham turun.
Tujuan Perusahaan Melakukan Stock Split
Mengapa perusahaan repot-repot melakukan stock
split? Berikut beberapa alasan utamanya:
1.
Meningkatkan
Likuiditas Saham
dengan harga yang terlalu tinggi sering kali membuat investor ritel enggan
membeli. Dengan stock split, harga saham menjadi lebih terjangkau, sehingga
memperluas basis investor dan meningkatkan likuiditas perdagangan.
2.
Memberikan Kesan
Positif
Perusahaan yang berani melakukan stock split biasanya menandakan kepercayaan
diri terhadap kinerja mereka di masa depan. Hal ini sering kali menjadi sinyal
positif bagi mata investor.
3.
Psikologis Pasar
Investor cenderung lebih senang membeli saham dengan harga “murah” meski secara
fundamental tidak ada bedanya. Efek psikologis ini bisa mendorong permintaan di
pasar.
4.
Menyesuaikan
dengan Standar Pasar
Beberapa bursa efek memiliki standar harga ideal untuk saham. Jika harga
terlalu tinggi, perusahaan dapat melakukan stock split agar sesuai dengan
kisaran yang dianggap wajar oleh pasar.
Jenis Stock Split
Ada dua jenis utama dari stock split:
1.
Forward Stock
Split
Jenis ini paling umum dilakukan. Saham dipecah menjadi jumlah yang lebih besar
dengan harga per lembar lebih rendah. Misalnya 1:5, 1:10, atau 1:20.
2.
Reverse Stock
Split
Kebalikannya, perusahaan menggabungkan saham agar harga per lembar naik.
Misalnya 10:1, artinya 10 lembar saham digabung menjadi 1 lembar. Biasanya ini
dilakukan oleh perusahaan yang harga sahamnya terlalu rendah ( penny stock ) untuk meningkatkan citra dan
kepercayaan pasar.
Dampak Stock Split bagi Investor
Banyak investor pemula mengira stock split
otomatis membuat mereka mendapat keuntungan besar. Padahal, kenyataannya lebih
kompleks. Berikut dampak yang perlu dipahami:
1. Nilai Investasi Tidak Berubah
Jika kamu punya saham sebelum stock split,
maka setelah aksi ini nilai total portofoliomu tetap sama. Hanya jumlah lembar
saham yang berubah.
2. Harga Lebih Terjangkau
Dengan harga per saham yang lebih rendah,
semakin banyak investor yang bisa membeli. Ini bisa meningkatkan minat dan
likuiditas.
3. Potensi Kenaikan Harga
Meski secara teori nilai tidak berubah, dalam
praktik sering kali ada dorongan harga karena permintaan meningkat. Namun, ini
bukan jaminan, dan tetap perlu analisis fundamental.
4. Efek Psikologis
Banyak investor pemula merasa saham dengan harga
“murah” lebih menarik. Padahal, murah atau mahal harus diukur dengan valuasi,
bukan harga nominal.
Contoh Kasus Stock Split di Pasar Saham
Beberapa perusahaan besar, baik di luar negeri
maupun Indonesia, pernah melakukan stock split.
·
Apple Inc.
(AAPL)
Apple sudah beberapa kali melakukan stock split. Salah satu yang terkenal
adalah pada tahun 2020, ketika Apple melakukan stock split 4:1. Hal ini membuat
harga saham Apple turun dari sekitar USD 500 menjadi USD 125 per lembar,
sehingga semakin banyak investor ritel yang bisa membeli.
·
Tesla
(TSLA)
Tesla melakukan stock split 5:1 pada tahun 2020, yang membuat harga sahamnya
lebih terjangkau dan semakin populer di kalangan investor ritel.
·
Di
Indonesia
Banyak emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga melakukan stock split.
Misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) pernah melakukan stock split dengan
rasio 1:5 pada tahun 2021. Saham BBCA yang sebelumnya Rp30.000-an per lembar
turun menjadi sekitar Rp6.000, membuatnya lebih mudah diakses investor ritel.
Keuntungan dan Risiko Pemecahan Saham
Keuntungan:
·
Harga saham lebih terjangkau.
·
Meningkatkan likuiditas di pasar.
·
Meningkatkan citra perusahaan.
·
Berpotensi menambah permintaan investor.
Risiko:
·
Tidak ada jaminan harga akan naik setelah stock
split.
·
Bisa jadi hanya efek psikologis tanpa dukungan
fundamental.
·
Jika dilakukan tanpa alasan kuat, justru bisa
menimbulkan keraguan investor.
Cara Menyikapi Stock Split sebagai Investor
Bagi investor, stock split bisa menjadi momen
penting untuk memutar saham yang dimiliki. Berikut tips praktisnya:
1.
Fokus pada
Fundamental
Jangan hanya tergiur harga saham yang tampak lebih murah. Perhatikan kinerja
keuangan perusahaan, rasio profitabilitas, hingga indikator seperti Gross Margin ( lihat penjelasan lebih
lanjut di sini).
2.
Pantau Sentimen
Pasar
Setelah stock split, biasanya ada euforia pasar. Manfaatkan momentum ini dengan
bijak, tapi jangan sampai ikut-ikutan tanpa analisis.
3.
Diversifikasi
Jangan menaruh semua dana pada satu saham, meskipun baru saja stock split.
Disarankan tetap melakukan diversifikasi agar risiko lebih terkendali.
4.
Perhatikan Jangka
Panjang
Ingatlah bahwa nilai perusahaan tidak berubah hanya karena stock split. Jadi,
tetap fokus pada strategi jangka panjang.
Penutup
Stock split adalah salah satu aksi korporasi
yang menarik di pasar saham. Meski tidak mengubah nilai intrinsik perusahaan,
langkah ini bisa meningkatkan likuiditas, memperluas basis investor, dan
memberi sinyal positif di pasar.
Bagi investor, memahami stock split bukan
hanya soal jumlah lembar saham yang bertambah atau harga yang turun. Lebih dari
itu, investor perlu menganalisis fundamental perusahaan, membandingkan sentimen
pasar, dan tetap bijaksana dalam mengelola portofolio.
Dengan pemahaman yang tepat, stock split bisa
menjadi peluang strategi untuk menumbuhkan nilai investasi jangka panjang.
Posting Komentar